Bokeptetangga – Cerita Seks Mbah Blabar Sudah lebih 5 tahun perkawinan belum juga punya anak, Burhan menyalahkan istrinya. Dia bilang bahwa Ayu, istrinya, mandul. Begitulah pada umumnya para suami. Tanpa melihat kemungkinan yang cacad adalah dirinya dia menjatuhkan vonis pada istrinya.
Bahkan akhirnya orang tua Burhanpun mulai ikut campur. Mereka bilang kalau perkawinan tidak memberikan keturunan sebaiknya para suami istri lebih memikirkan masa depannya. Ningsih tahu yang dimaksud mertuanya. Dia harus rela apabila suatu saat suaminya mencari perempuan lain sebagai penggantinya demi keturunan.
Tentu saja ini sangat menyakitkan hatinya. Apalagi nampaknya suaminya lebih mendengarkan omongan orang tuanya dari pada berunding mencari jalan keluar dengan dirinya sebagai istrinya. Memang Burhan merupakan ‘anak mama’ yang sedikit-sedikit mengadu pada mamanya apabila dia menemuai masalah dalam rumah tangganya. Itulah kelemahan utama Burhan.
Namun sesungguhnya Burhan benar-benar mencintai istrinya. Baginya Ayu adalah belahan jiwanya. Dia selalu ingat bagaimana dulu semasa sekolah selalu mencari perhatian untuk menarik hati Ayu. Dia tahu persis bahwa Ayu adalah gadis yang paling diperebutkan para pemuda di kota kecilnya Ngawi. Sebagai pemain basket andalan sekolahnya Ayu yang berperawakan jangkung dengan kulitnya yang kuning langsat sungguh menjadi bintang kota Ngawi. Bukan hanya para pemuda seusianya, para gurupun banyak yang jatuh hati padanya.
Begitulah, sesudah berobat ke sana sini tak memberikan hasil nyata, pada suatu hari Burhan pulang membawa informasi bahwa ada dukun yang kondang di Tasik yang bisa menyembuhkan kemandulan seseorang. Katanya telah ratusan orang tertolong olehnya dan bisa mendapatkan anak. Dengan penuh antusias Burhan mengajak istrinya untuk mencoba minta pertolongan Mbah Blabar sang dukun itu.
Sesungguhnya Ayu tak pernah percaya dukun-dukun macam itu. Namun untuk menyenangkan suaminya dia tidak menolak keinginannya. Yaa.. Hitung-hitung jalan-jalan ke luar kotalah.
Pada hari yang ditetapkan dengan mobilnya mereka meluncur dari rumahnya yang di Jakarta menuju ke desa Blabar, Tasikmalaya. Rupanya mbah Dukun itu dipanggil sebagai mbah Blabar karena tinggalnya di desa Blabar. Rencananya mereka akan menginap di Tasik barang 2 atau 3 hari. Joker1788
Sekitar jam 5 sore mereka telah sampai ke alamat yang dituju. Saat memasuki pekarangan Mbah Blabar nampak para pasien sudah cukup banyak yang antre menunggu giliran. Sesudah mendaftar dengan cara yang sederhana Burhan menerima nomer urut 16. Melihat antrean yang cukup panjang diperkirakan nomer itu baru akan dipanggil nanti sekitar jam 9 malam.
Desa Blabar berada di pinggiran kota Tasikmalaya. Mbah Blabar cukup dikenal oleh orang Tasik. Para tetangganya memanfaatkan popularitas Mbah Blabar dengan membuka warung dan bahkan juga penginapan. Sementara menunggu hingga tiba gilirannya Burhan dan Ayu istirahat, mandi, makan dan minum di salah satu penginapan sekaligus warung yang tersedia.
Dari omongan para pasien dan tetangga, Burhan mendengar bahwa Mbah Blabar adalah dukun yang sakti yang tidak perlu diragukan mujarabnya. Boleh dikata setiap orang yang beroleh pertolongan dari Mbah Blabar tak ada yang kecewa. Burhan semakin mantab dan senang mendengar itu semua. Dan dia berusaha agar istrinya percaya dan tak usah khawatir.
Akan halnya Ayu, sejak awal dia tak akan percaya dengan itu semua. Dia anggap hanyalah omong kosong. Namun sikapnya tidak ditampakkan pada Burhan suaminya. Dan dia nampak selalu senang dan cerah karena baginya perjalanan dan nginep di luar kota ini dia pandang sebagai rekreasi.
Sesudah istirahat, makan, minum dan mandi Ayu memerlukan sedikit dandan sebelum ketemu Mbah Dukun. Kini istri Burhan ini telah menampakkan keayuannya. Dengan usianya yang menginjak 28 tahun membuat kecantikan Ayu semakin memiliki daya pikat seksual bagi siapapun lelaki yang memandanginya.
Dengan pakaiannya yang tak terlampau berlebihan membuat Ayu semakin cantik dan mempesona. Dan itu bisa dirasakan saat pasangan ini memasuki kembali pekarangan Mbah Blabar. Para pasien nampak memandang terpesona keayuan Ayu. Mereka pasti berpikir bahwa Ayu yang datang dari Jakarta ini mungkin mau minta ‘susuk awet ayu’ dari Mbah Dukun.
Beberapa menit sebelum jam 9 petugas memanggil no. Urut 16. Burhan berdiri dan menggandeng istrinya. Dengan diantar oleh asistennya mereka menghadap langsung ke Mbah Blabar.
Begitu memasuki ruangan hidung mereka diterpa aroma dupa. Dalam keremangan asap dupa di tengah ruangan itu yang beralaskan tikar dan karpet nampak duduk bersila seorang tua yang berpakaian sepuh serba kehitaman. Di depannya nampak anglo dupa yang berkepul. Juga tersaji kembang setaman yang direndam dalam baskom. Beberapa pernik-pernik lain, nampaknya jimat-jimat, memenuhi tikar pandan yang tergelar didepannya.
Dengan berjalan merunduk penuh takzim Burhan dan Ayu dituntun si asisten mendekat ke depan Mbah Blabar dan dipersilakan duduk menanti. Rupanya Mbah Blabar dengan matanya yang tertutup sedang semadi. Di pangkuannya nampak ada sebilah keris bersarung. Tangannya memegang gagang keris itu sambil mulutnya berkomat-kamit.
Masih dalam keadaan mata tertutup Mbah Blabar mengeluarkan omongan. Dia bertanya,
“Selamat datang cucu-cucuku. Aku tahu kalian sedang dalam kesusahan. Apa yang akan kamu minta dariku,” dengan gaya kakek-kakek ngomong gemetar.
Burhan melirik kepada istrinya, matanya seakan menyuruh istrinya bicara. Namun Ayu menolak sehingga Burhanlah yang menjawab pertanyaan Mbah Blabar.
“Begini Mbah, saya sama istri saya mau minta pertolongan. Kami ingin punya anak. Sesudah 5 tahun lebih kami menikah belum juga dikaruniai momongan. Kami ingin sekali punya momongan, mbah,”Agen Judi Online
Sementara suaminya ngomong Ayu memperhatikan dengan seksama sosok Mbah Blabar. Oohh.. Ternyata yang namanya Mbah Blabar ini bukan orang tua sesungguhnya. Memang dia berkumis dan berjanggut layaknya mbah-mbah, namun jelas nampak raut mukanya yang mulus tanpa kerut menunjukkan usia Mbah Dukun ini belum lebih dari 40 tahun. Dan lebih-lebih lagi, walaupun secara keseluruhan nampak angker namun raut wajah Mbah Blabar ini sangat bersih dan tampan. Ayu membayangkan seandainya dukun ini mencukur kumis dan jambangnya serta mengganti pakaiannya dengan stelan jas dan dasi pasti tak akan kalah dengan tampilan angota MPR/DPR di Senayan itu.
Mendengar omongan Burhan seketika mata Mbah Blabar cerah terbuka.
“Ah, ada makanan datang,” kata hati Mbah Blabar, “Orang pengin punya anak, aku akan kasih anak. Pasti,” begitu yakin dan girang hatinya.
Dia melihati pasangan suami istri itu. Dia perhatikan Burhan dan sesaat kemudian pindah pandangannya pada Ayu. Selanjutnya Mbah Blabar mencurahkan perhatiannya pada Ayu. Dia kaget banget. Betapa ayu tamunya kali ini. Kulitnya yang kuning, anak rambutnya yang sangat alami jatuh di dahinya, bibirnya yang ranum dan lebih-lebih lagi buah dada Ayu yang nampak getas menggunung. Semuanya itu membuat Mbah Blabar hampir lupa diri. Tanpa ragu dia nyeletuk,
“Oohh.. Kamu bocah ayyuu.. Kepingin punya anak yaa..? Gampang.. Mbah bisa langsung berikan. Namun syaratnya berat. Apakah kamu sanggup memenuhi sarat itu, heehh??” suaranya semakin bergetar.
“Apapun saratnya Mbah, kami akan penuhi asalkan memang kami bisa punya anak,” Burhan yang gembira mendengar ucapan Mbah Blabar sudah langsung mengiyakan sarat yang diminta Mbah Blabar tanpa berunding dulu dengan Ayu.
Kini Mbah Blabar beralih pandangannya ke Burhan suaminya..
“Benar den? Aden rela memberikan syarat-syarat itu?’, tanyanya ragu.
Mata Mbah Blabar memandang tajam menusuk mata Burhan. Dengan sedikit gugup Burhan balik bertanya,
“Apapun yang mbah minta mudah-mudahan kami bisa penuhi”
“Bagaimana Neng? Neng rela memberikan syarat itu?” kini mata Mbah Blabar kembali menatapi Ayu.
Sepintas nampak pandangan Mbah Dukun ini menyapu cepat keseluruhan sosok Ayu. Kali ini dia sempat terpaku pada bentuk betis dan tumit Ayu yang.. Uuhh.. Indah banget sseehh..
Apabila dicermati orang akan melihat pandangan Mbah Blabar itu lebih merupakan pandangan lelaki yang terpesona pada ke-ayuan seorang perempuan. Mbah Blabar memang sedang terpesona istri Burhan ini. Nampak matanya membara penuh hasrat birahi. Dan pandangannya itu tertangkap sekilas oleh mata Ayu.
Pandangan mata Mbah Blabar itu menggetarkan hatinya. Mata Mbah Blabar itu terasa sangat membara. Dia sering mengalami pandangan macam itu. Pandangan yang biasanya dilepaskan oleh lelaki yang sedang tergoda hasrat seksualnya. Agen Joker1788
“Terserah Mas Burhanlah,” Ayu asal jawab sambil melirik ke Burhan suaminya.
Kemudian Mbah Blabar minta pada Burhan dan Ayu untuk menunggu sejenak. Dia perlu melakukan meditasi untuk bisa memenuhi harapan dan permintaan pasangan suami istri ini. Diambilnya bungkusan dupa dan dibesarkan api anglonya. Dia tebarkan dupa itu hingga asapnya berkepul memenuhi ruangan sempitnya. Mulutnya terus berkomat kamit tanpa jelas omongannya. Tangannya setiap kali mengangkat kerisnya tinggi tinggi.
Waktu semadi Mbah Blabar terasa sangat lama bagi Burhan. Dia melihat jam tangannya. Mbah Blabar bersemadi telah hampir 15 menit. Sementara Ayu yang juga mengawasi ulah Mbah Blabar. Dia semakin heran dan kagum. Dia yakin banget dengan apa yang dilakukannya. Dia sangat kagum dengan corak lelaki macam itu. Bukannya lelaki macam Burhan yang tak punya pendirian dan mudah dipengaruhi orang lain termasuk orang tuanya.
Akhirnya asap dupa itu habis dan menghilang bersamaan selesainya semadi Mbah Blabar. Nampak Burhan sudah tak sabar mendengarkan syarat apa yang harus dia penuhi agar istrinya bisa melahirkan anak.
“Begini cucu-cucuku. Barusan Mbah sudah diberi petunjuk tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi agar cucuku cepat punya momongan. Coba cucuku dengerin bersama,” Mbah dukun mencoban membetulkan duduknya dan meminta agar Burhan dan Ayu mendekat. Mbah Blabar akan menyampaikan permintaannya dengan berbisik.
“Menurut petunjuk yang Mbah terima tadi, cucuku yang ayu ini telah dibuat oleh seseorang dengan tujuan agar tidak mempunyai anak. Mungkin ada seseorang yang pernah dikecewakan yang ingin balas dendam. Benarkah itu cucuku?” Mbah Blabar bertanya kepada Burhan dan Ayu.
Pasangan suami istri itu saling pandang. Burhan mencoba mengingat-ingat. Adakah diantara pesaingnya dulu saat memperebutkan Ayu? Mungkinkah itu si Jono, atau Sungkar atau Beno ataukah si Karma? Ah.. Siapa lagi..? Sementara Ayu hanya berpikir dan tersenyum dalam hati. Di matanya Mbah Blabar ini hanyalah mengada-ada. Dia mulai merasakan bahwa ada yang nggak beres dari cara Mbah Blabar memandanginya. Sebagai perempuan ayu yang selalu menampilkan pesona seksual, Ayu sangat paham akan pandangan mata macam itu. Namun dia tak hendak menuduh seseorang sekedar dari pandangannya sendiri yang tak bisa dibuktikan.
“Lantas apa yang mesti kami lakukan Mbah?” tanya Burhan tak sabar.
“Obatnya itu gampang karena semua telah Mbah dapatkan saat semadi tadi. Kini obat itu ada dalam diri Mbah. Kamu Neng ayu, harus mengambilnya sendiri dari tubuhku,”
“Maksud Mbah?” hampir berbarengan Burhan dan Ayu bertanya balik ke Mbah Blabar.
“Obatnya harus diambil 2 kali. Pertama harus diambil melalui mulut atas dan yang kedua diambil melalui mulut bawah. Sebelumnya Mbah nanti akan menyiapkan diri Neng dengan cara mengurut bagian-bagian terpenting agar pada saatnya benar-benar siap menerima obat yang akan Mbah berikan itu,” Mbah Dukun menyampaikan kata terakhirnya ini sambil memandang tajam wajah Burhan maupun Ayu.
“Maksud Mbah?” kembali hampir berbarengan Burhan dan Ayu bertanya balik ke Mbah Blabar.
“Yaa begitu saja petunjuk yang Mbah terima. Kalau cucu-cucuku nggak keberatan sekarang inilah waktunya yang terbaik. Ini khan kebetulan malam Jumat Kliwon, malam yang sangat manjur untuk mengusir segala macam jejadian termasuk santet, sihir dan sebagainya,” Mbah Dukun menutup pembicaraannya sambil langsung menutup mata kembali dengan mulutnya yang berkomat-kamit. Rupanya Ayu telah benar-benar hasrat birahi membuat Mbah Dukun tak sabar.
Tanpa mengkaji dengan cermat sarat yang disampaikan Mbah Blabar rupanya Burhan sudah kebelet dengan pilihan dan keputusannya. Dia akan menuruti saja keinginan Mbah Dukun. Dalam hal ini Ayu mesti mengikuti keputusannya. Sementara Mbah Dukun masih komat-kamit Burhan langsung saja nyeletuk.
“Iya deh, Mbah. Saya setuju sarat yang disampaikan Mbak Dukun,” sambil melirik ke istrinya yang nampak kaget dengan keputusan suaminya yang tidak menanyakan dulu padanya.
Ayu sangat jengkel akan sikap Burhan suaminya itu. Adakah dia tahu yang dimaksud Mbah Dukun? Artinya dia telah rela menyerahkan dirinya untuk menggunakan mulut dan memeknya untuk memenuhi syaratnya?
Namun Ayu tak bisa menarik lagi apa yang telah dicanangkan suaminya. Dia kini memperhatikan wajah Mbah Blabar yang nampak langsung kembali melek dan bersinar-sinar penuh gairah di wajahnya. Nampak jakunnya naik turun menahan air liurnya saat membayangkan sesaat lagi akan menikmati tubuh Ayu yang penuh pesona ini.
Mbah Blabar mengarahkan pandangannya ke Ayu. Dia menatapnya bagai serigala yang siap melahap mangsanya. Dia angkat sedikit alisnya saat matanya tertumbuk dengan mata Ayu. Kemudian tangan kanannya bergerak meraih sebuah keranjang rotan di kanannya. Mbah Blabar mengambil sebuah bungkusan sedang besarnya dan diberikan kepada Ayu.
“Neng, ambillah pakaian suci ini dan pakailah. Masuklah ke Bale Semadiku di kamar sebelah ini menunggu saya menyiapkan sarana lainnya. Sementara aden saya persilakan menunggu di luar? Mungkin upacara pengobatan ini akan memakan waktu sekitar 2 jam, begitulah,” itulah langkah lanjutan dari Mbah Blabar.
Tiba-tiba Burhan dihinggapi perasaan khawatir. Atau mungkin cemburu. Dia mesti melepaskan istrinya yang ayu itu berduaan dengan orang lain di kamar tertutup. Bahkan dia baru menyadari sekarang, bahwa ternyata Mbah Blabar ini masih nampak seumur dengan dirinya. Bahkan dia juga perhatikan Mbah ini nampak bersih dan roman mukanya tampan. Rupanya kumis ataupun janggutnya yang memberi kesan sepintas berusia tua. Dan kalau orang memanggilnya Mbah disebabkan oleh kebiasaan orang kampung saat berhadapan dengan ‘orang pintar’ atau dukun macam Mbah Blabar ini.
“Mbah, mohon saya Mbah untuk diijinkan menunggui istri saya di kamar saja. Percayalah saya tidak mengganggu Mbah Dukun saat memberikan obatnya nanti. Boleh ya mbah, saya mau ikut menunggu di kamar, Mbah,” Burhan menghiba pada Mbah Dukun.
Sesudah mendengar permintaan Burhan kembali Mbah Dukun komat-kamit. Mungkin mencari jalan keluar. Beberapa saat kemudian dia bicara,
“Oo, boleh, tetapi ada syaratnya. Apabila nanti ada penampakkan atau suara apapun aden tidak boleh bereaksi. Itu adalah godaan yang harus dihadapi. Aden harus tetap tenang. Ruang Bale Semadi itu dijaga oleh jin Soni yang mampu membuat lumpuh, buta dan tuli seketika bagi siapapun yang mengusik ketenangannya,” begitu Mbah Blabar memberikan uraiannya.
“Terima kasih Mbah,” sahut Burhan yang justru semakin percaya dengan kesaktian Mbah Blabar dengan diperbolehkannya ikut menunggui istrinya di Bale Semadinya.
Akan halnya Ayu perasaannya semakin sebal akan sikap suaminya yang kurang menghargai keberadaan dirinya. Dia merasa sepertinya tak punya hak bicara. Dengan rasa kesal itulah dia berdiri dan berjalan menuju Bale Semadinya Mbah Blabar yang berada di balik pintu kiri ruang praktek dukunnya ini.
Sesampainya di ruang Bale Semadi Ayu membuka bungkusan yang diberikan oleh Mbah Dukun. Ditemuinya selembar sarung kotak-kotak putih dan secarik kain putih pula. Dia reka-reka bagaimana memakainya kedua potong kain ini. Kemudian dia melepasi rok dan blusnya. Sarungnya dia jadikan penutup tubuh perut ke bawah dan kain putihnya dia sampirkan ke bahunya untuk menutupi tubuh bagian atasnya. Ayu merasa tidak perlu melepaskan celana dalam dan kutangnya.
Beberapa saat kemudian Mbah Blabar membawa anglo, dupanya menyusul memasuki Bale Semadi diikuti oleh Burhan. Ruangan itu sangat sempit. Mungkin hanya sekitar 2 X 2 m2. Diruangan ini hanya nampak ada bale-bale ukuran kecil dan rendah bertikar pandan. Tak ada perabot lain. Dia letakkan anglo dupa itu di pojok kamar dan seketika aroma dupa mewarnai ruangan sempit itu.
Mbah Blabar memerintahkan Burhan untuk merapat ke dinding dan duduk bersila dilantai. Sekali lagi dia berpesan agar tidak melakukan reaksi apapun atas apa yang dia dengar dan saksikan nanti. Jangan sampai memancing kemarahan jin Soni.
Kepada Ayu Mbah Blabar untuk naik ke bale-bale dan duduk bersila. Sementara Mbah Blabar juga naik dan duduk bersila tepat dibelakang Ayu. Dia mengeluarkan sebuah botol kecil.
“Neng, ini adalah minyak zaitun yang khusus didatangkan jin Soni dari Mesir. Minyak ini akan saya oleskan pada seluruh pori-pori tubuh Neng agar tak ada satu lubang kecilpun yang mampu ditembusi segala teluh atau santet buatan manusia. Saya harap Neng tenang dan memusatkan pikiran agar segala kotoran yang memasuki tubuh Neng larut bersama minyak ini,” begitulah Mbah Blabar mulai melakukan tugasnya.
Dari arah belakang punggung Ayu Mbah Blabar menuangkan sedikit minyak itu ketangannya. Kemudian dengan didahului mulutnya berkomat-kamit tangan Mbah Blabar mulai mengoleskan minyaknya ke leher dan kuduk Ayu. Dia urut-urut layaknya tukang urut yang langsung membuat Ayu menggeliatkan leher dan kepalanya mengimbangi arah urutan tangan Mbah Blabar.
Nampak Ayu mulai menikmati enaknya diurut. Mungkin perjalanan dari Jakarta sepanjang hari ini memang membuat lelah tubuh Ayu, sehingga urutan tangan Mbah Dukun ini terasa nikmatnya.
“Kalau pijatan Mbah membuat sakit Neng boleh mengaduh atau merintih agar Mbah bisa mengurangi kekuatannya,” pesan tambahan Mbah Blabar yang bertolak belakang dengan wanti-wantinya kepada Burhan agar tidak mengeluarkan gaduh yang akan membuat jin Soni marah.
Dari leher dan kuduk tangan dukun itu turun ke bahunya. Dengan tetap membiarkan tali kutang tetap ditempatnya tangan-tangannya yang berusaha menggapai bagian bahunya menyingkirkan sedikit demi sedikit kain putih penutup bahu dan punggungnya. Ayu masih mengepit kain itu untuk menutupi kutang dan dadanya.
Kini tangan Mbah Dukun dengan leluasa mengoleskan minyak zaitun itu ke bahu dan punggung Ayu. Dia menyusupkan olesan tangannya ke bawah tali kutang. Olesan itu merata dan turun hingga ke pinggulnya. Tangan Mbah Dukun nampak terampil mengurut ataupun mengelus bagian-bagian tubuh Ayu. Tak luput pula sisi kanan dan kiri hingga ketiak istri Burhan ini diolesinya dengan minyak dari Mesir ini. Nampak oleh Burhan bagaimana mata Mbah Blabar nampak sangat bergairah. Mata itu nampak hendak menelan punggung istrinya.
Kemudian secara berbisik Mbah Dukun minta supaya kain penutupnya dilepas saja. Dan tanpa ba bi bu Ayu mengikuti saja perintah Mbah Blabar. Dia juga ingin agar Burhan menyaksikan sendiri betapa dia patuh dengan perintah dukun yang dipercayainya ini. Diam-diam sisa kedongkolan pada suaminya masih membekas di hatinya.
Sementara itu dari balik asap dupa Burhan mengamatinya dengan melototkan matanya. Semua yang sedang berlangsung terjadi sangat dekat dan tepat di depan matanya. Dia ingin bertanya apakah Mbah Blabar akan menjamahi seluruh tubuh istrinya untuk memoleskan minyak itu? Namun dia ingat janjinya untuk tidak bereaksi apapun pada apa yang akan dilihat maupun didengarnya. Dia juga takut apabila membuat jin Soni marah.
“Inilah hak mutlak dan kenikmatan seorang dukun,” demikian kata dalam hati Mbah Blabar.
Apapun yang dia maui gampang dipenuhi oleh pasiennya. Bahkan rata-rata mereka takut akan akibat buruknya macam Burhan yang kini menyaksikan istrinya dielusi Mbah Blabar langsung di depan matanya itu.
Tangan Mbah dukun mulai menjamah iga samping dan ketiak kanan kiri Ayu. Dan nampaknya Ayu mulai merasa merinding. Kecuali tukang pijat perempuan di kampungnya selama ini tak satupun lelaki pernah menjamah tubuhnya macam ini. Dia merasakan elusan tangan Mbah Blabar dengan cepat membuat hangat tubuhnya. Terkadang jari-jarinya bermain dengan menekan dan mengelus sehingga membuat saraf-saraf pekanya terangsang.
“Naikkan lengannya Neng, biar Mbah bisa mengolesi ketiak Neng,” perintahnya yang langsung dipenuhi Ayu.
Terus terang rabaan tangan Mbah Blabar ini semakin menghanyutkan sanubarinya. Tangan-tangan yang mengelus ini betapa lembutnya. Dia tak acuh dengan kemungkinan kecemburuan suaminya. Toh ini semua gara-gara kemauan Burhan. Dan dia tak pernah minta pertimbanganku, demikian sikap Ayu.
“Ahh.. Mbah.. Terus elusi aku Mbaahh..” begitu jerit hatinya.
Tetap dari arah belakang punggung Ayu kini tangan Mbah Blabar meluncur ke wilayah dadanya. Jari-jari itu menggosok atau mengelus berputar tepat di bawah gundukkan payudaranya. Terus berputar dan berpilin jari-jari itu benar-benar membuat dada Ayu berdegup kencang.
Muka Ayu terasa memerah. Perasaan tak sabar menunggu tangan Mbah Blabar merambah buah dadanya terasa menggebu. Tanpa malu dia mendesah. Ada semacam hasrat yang mulai merambati saraf-sarafnya. Ayu terus mendesah atau terkadang merintih. Hasrat birahinya-lah yang telah membuat kehangatan tubuhnya. Bahkan sekarang mulai terasa kegerahan.
Mbah Blabar tahu bahwa suhu syahwat Ayu mulai panas dan menaik. Ini memang telah menjadi perhitungannya. Tangannya juga merasakan degup jantung pasiennya yang yang semakin keras memukul-mukul dadanya. Dan Mbah Blabar yakin pasiennya kini semakin menunggu jamahan tangannya terus bergerak. Dan memang kini saatnya tangannya memasuki wilayah yang sangat peka.
Dengan menambahi lumuran minyak zaitun di telapak tangannya dia mulai menyusupkan jari-jarinya ke bawah kutang untuk menyentuhi puting susu, tangan Mbah Blabar mulai mengoles-olesi gundukkan payudara Ayu.
Mengelus, menggosok, memilin secara bergantian dalam irama yang sangat sistematis dari tangan Mbah Blabar pada kedua payudaranya membuat hasrat birahi Ayu langsung terbakar. Kembali tanpa ragu kini dia melepaskan desahan dan rintihan nikmatnya. Posisi Mbah Blabar yang memeluki dari punggungnya juga menambah rangsangan birahinya.
Mau tak mau wajah Mbah Blabar semakin lekat di punggung Ayu. Hembusan hangat nafas Mbah Blabar pada kulit punggungnya sangat terasakan. Gairah syahwat Ayu langsung bagai kena sentuhan listrik ribuan watt. Sapuan nafas Mbah Blabar yang mengenai punggungnya itu menjadi paduan harmonis dengan elusan, gosokkan dan pilinan di buah dadanya.
“Aa.. A.. Mpuunn.. Mbaahh..’ Ayu mendesah-desah dan merintih.
Jangan tanya betapa bingung Burhan menyaksikan bagaimana istrinya mendesah dan merintih macam ini. Dalam ruangan Bale Semadi yang sempit dan remang karena asap dupa ini terasa bernafas semakin sesak. Kebingungan Burhan ini tak boleh ditunjukkan. Dia ingat jin Soni yang pemarah. Namun perasaan bingung itu kini terasa menyimpang. Rasa khawatirnya bergeser.
Libido Burhan mulai terusik dan mengambil alih rasa bingung dan khawatir. Suara desah dan rintih istrinya telah mengubah bingung dan khawatirnya menjadi hasrat birahi. Dalam duduk bersila itu Burhan merasakan kemaluannya mulai mendesaki celananya. Acchh.. Macam apa pula ini? Apa yang terjadi pada diriku, demikian suara batin Burhan.
Dia melihat keringat istrinya mulai mengucur. Demikian pula Mbah Dukun. Ruangan sempit ini semakin panas oleh terbakarnya hasrat syahwat. Bergaya seakan kelelahan, tanpa sungkan dan ragu Mbah Blabar menyandarkan wajahnya ke punggung Ayu. Namun nampak mulutnya bekerja. Dia menyedoti keringat di punggung istrinya itu.
Yang lebih menambah bingung Burhan adalah saat menyaksikan istrinya Ayu menerima semuanya itu tanpa protes dan menghindar. Walaupun wajahnya terus menyeringai mengiringi desah dan rintihnya. Walaupun tubuhnya terus bergeliatan seakan menahan kepedihan seperti saat tukang urut kampung juga memijat dan mengerok tubuhnya saat masuk angin. Adakah hal itu disebabkan kepatuhannya pada dirinya yang suaminya?
“Ampun Mbahh.. Ampuunn..” demikian rintih pilu yang keluar dari mulut Ayu.
Dalam geliatnya Ayu mengeluh kepanasan dan tanpa diminta Mbah Blabar dia melepasi sendiri kutangnya sehingga kini tubuh bagian atasnya menjadi sepenuhnya telanjang. Dicampakannya kembali kutangnya ke lantai. Batin Mbah Blabar menyeringai girang. Akal bulusnya berjalan mulus.
Ke bagian 3Dari bagian 1
Tiba-tiba Burhan dihinggapi perasaan khawatir. Atau mungkin cemburu. Dia mesti melepaskan istrinya yang ayu itu berduaan dengan orang lain di kamar tertutup. Bahkan dia baru menyadari sekarang, bahwa ternyata Mbah Blabar ini masih nampak seumur dengan dirinya. Bahkan dia juga perhatikan Mbah ini nampak bersih dan roman mukanya tampan. Rupanya kumis ataupun janggutnya yang memberi kesan sepintas berusia tua. Dan kalau orang memanggilnya Mbah disebabkan oleh kebiasaan orang kampung saat berhadapan dengan ‘orang pintar’ atau dukun macam Mbah Blabar ini.
“Mbah, mohon saya Mbah untuk diijinkan menunggui istri saya di kamar saja. Percayalah saya tidak mengganggu Mbah Dukun saat memberikan obatnya nanti. Boleh ya mbah, saya mau ikut menunggu di kamar, Mbah,” Burhan menghiba pada Mbah Dukun.
Sesudah mendengar permintaan Burhan kembali Mbah Dukun komat-kamit. Mungkin mencari jalan keluar. Beberapa saat kemudian dia bicara,
“Oo, boleh, tetapi ada syaratnya. Apabila nanti ada penampakkan atau suara apapun aden tidak boleh bereaksi. Itu adalah godaan yang harus dihadapi. Aden harus tetap tenang. Ruang Bale Semadi itu dijaga oleh jin Soni yang mampu membuat lumpuh, buta dan tuli seketika bagi siapapun yang mengusik ketenangannya,” begitu Mbah Blabar memberikan uraiannya.
“Terima kasih Mbah,” sahut Burhan yang justru semakin percaya dengan kesaktian Mbah Blabar dengan diperbolehkannya ikut menunggui istrinya di Bale Semadinya.
Akan halnya Ayu perasaannya semakin sebal akan sikap suaminya yang kurang menghargai keberadaan dirinya. Dia merasa sepertinya tak punya hak bicara. Dengan rasa kesal itulah dia berdiri dan berjalan menuju Bale Semadinya Mbah Blabar yang berada di balik pintu kiri ruang praktek dukunnya ini.
Sesampainya di ruang Bale Semadi Ayu membuka bungkusan yang diberikan oleh Mbah Dukun. Ditemuinya selembar sarung kotak-kotak putih dan secarik kain putih pula. Dia reka-reka bagaimana memakainya kedua potong kain ini. Kemudian dia melepasi rok dan blusnya. Sarungnya dia jadikan penutup tubuh perut ke bawah dan kain putihnya dia sampirkan ke bahunya untuk menutupi tubuh bagian atasnya. Ayu merasa tidak perlu melepaskan celana dalam dan kutangnya.
Beberapa saat kemudian Mbah Blabar membawa anglo, dupanya menyusul memasuki Bale Semadi diikuti oleh Burhan. Ruangan itu sangat sempit. Mungkin hanya sekitar 2 X 2 m2. Diruangan ini hanya nampak ada bale-bale ukuran kecil dan rendah bertikar pandan. Tak ada perabot lain. Dia letakkan anglo dupa itu di pojok kamar dan seketika aroma dupa mewarnai ruangan sempit itu.
Mbah Blabar memerintahkan Burhan untuk merapat ke dinding dan duduk bersila dilantai. Sekali lagi dia berpesan agar tidak melakukan reaksi apapun atas apa yang dia dengar dan saksikan nanti. Jangan sampai memancing kemarahan jin Soni.
Kepada Ayu Mbah Blabar untuk naik ke bale-bale dan duduk bersila. Sementara Mbah Blabar juga naik dan duduk bersila tepat dibelakang Ayu. Dia mengeluarkan sebuah botol kecil.
“Neng, ini adalah minyak zaitun yang khusus didatangkan jin Soni dari Mesir. Minyak ini akan saya oleskan pada seluruh pori-pori tubuh Neng agar tak ada satu lubang kecilpun yang mampu ditembusi segala teluh atau santet buatan manusia. Saya harap Neng tenang dan memusatkan pikiran agar segala kotoran yang memasuki tubuh Neng larut bersama minyak ini,” begitulah Mbah Blabar mulai melakukan tugasnya.
Dari arah belakang punggung Ayu Mbah Blabar menuangkan sedikit minyak itu ketangannya. Kemudian dengan didahului mulutnya berkomat-kamit tangan Mbah Blabar mulai mengoleskan minyaknya ke leher dan kuduk Ayu. Dia urut-urut layaknya tukang urut yang langsung membuat Ayu menggeliatkan leher dan kepalanya mengimbangi arah urutan tangan Mbah Blabar.
Nampak Ayu mulai menikmati enaknya diurut. Mungkin perjalanan dari Jakarta sepanjang hari ini memang membuat lelah tubuh Ayu, sehingga urutan tangan Mbah Dukun ini terasa nikmatnya.
“Kalau pijatan Mbah membuat sakit Neng boleh mengaduh atau merintih agar Mbah bisa mengurangi kekuatannya,” pesan tambahan Mbah Blabar yang bertolak belakang dengan wanti-wantinya kepada Burhan agar tidak mengeluarkan gaduh yang akan membuat jin Soni marah.
Dari leher dan kuduk tangan dukun itu turun ke bahunya. Dengan tetap membiarkan tali kutang tetap ditempatnya tangan-tangannya yang berusaha menggapai bagian bahunya menyingkirkan sedikit demi sedikit kain putih penutup bahu dan punggungnya. Ayu masih mengepit kain itu untuk menutupi kutang dan dadanya.
Kini tangan Mbah Dukun dengan leluasa mengoleskan minyak zaitun itu ke bahu dan punggung Ayu. Dia menyusupkan olesan tangannya ke bawah tali kutang. Olesan itu merata dan turun hingga ke pinggulnya. Tangan Mbah Dukun nampak terampil mengurut ataupun mengelus bagian-bagian tubuh Ayu. Tak luput pula sisi kanan dan kiri hingga ketiak istri Burhan ini diolesinya dengan minyak dari Mesir ini. Nampak oleh Burhan bagaimana mata Mbah Blabar nampak sangat bergairah. Mata itu nampak hendak menelan punggung istrinya.
Kemudian secara berbisik Mbah Dukun minta supaya kain penutupnya dilepas saja. Dan tanpa ba bi bu Ayu mengikuti saja perintah Mbah Blabar. Dia juga ingin agar Burhan menyaksikan sendiri betapa dia patuh dengan perintah dukun yang dipercayainya ini. Diam-diam sisa kedongkolan pada suaminya masih membekas di hatinya.
Sementara itu dari balik asap dupa Burhan mengamatinya dengan melototkan matanya. Semua yang sedang berlangsung terjadi sangat dekat dan tepat di depan matanya. Dia ingin bertanya apakah Mbah Blabar akan menjamahi seluruh tubuh istrinya untuk memoleskan minyak itu? Namun dia ingat janjinya untuk tidak bereaksi apapun pada apa yang akan dilihat maupun didengarnya. Dia juga takut apabila membuat jin Soni marah.
“Inilah hak mutlak dan kenikmatan seorang dukun,” demikian kata dalam hati Mbah Blabar.
Apapun yang dia maui gampang dipenuhi oleh pasiennya. Bahkan rata-rata mereka takut akan akibat buruknya macam Burhan yang kini menyaksikan istrinya dielusi Mbah Blabar langsung di depan matanya itu.
Tangan Mbah dukun mulai menjamah iga samping dan ketiak kanan kiri Ayu. Dan nampaknya Ayu mulai merasa merinding. Kecuali tukang pijat perempuan di kampungnya selama ini tak satupun lelaki pernah menjamah tubuhnya macam ini. Dia merasakan elusan tangan Mbah Blabar dengan cepat membuat hangat tubuhnya. Terkadang jari-jarinya bermain dengan menekan dan mengelus sehingga membuat saraf-saraf pekanya terangsang.
“Naikkan lengannya Neng, biar Mbah bisa mengolesi ketiak Neng,” perintahnya yang langsung dipenuhi Ayu.
Terus terang rabaan tangan Mbah Blabar ini semakin menghanyutkan sanubarinya. Tangan-tangan yang mengelus ini betapa lembutnya. Dia tak acuh dengan kemungkinan kecemburuan suaminya. Toh ini semua gara-gara kemauan Burhan. Dan dia tak pernah minta pertimbanganku, demikian sikap Ayu.
“Ahh.. Mbah.. Terus elusi aku Mbaahh..” begitu jerit hatinya.
Tetap dari arah belakang punggung Ayu kini tangan Mbah Blabar meluncur ke wilayah dadanya. Jari-jari itu menggosok atau mengelus berputar tepat di bawah gundukkan payudaranya. Terus berputar dan berpilin jari-jari itu benar-benar membuat dada Ayu berdegup kencang.
Muka Ayu terasa memerah. Perasaan tak sabar menunggu tangan Mbah Blabar merambah buah dadanya terasa menggebu. Tanpa malu dia mendesah. Ada semacam hasrat yang mulai merambati saraf-sarafnya. Ayu terus mendesah atau terkadang merintih. Hasrat birahinya-lah yang telah membuat kehangatan tubuhnya. Bahkan sekarang mulai terasa kegerahan.
Mbah Blabar tahu bahwa suhu syahwat Ayu mulai panas dan menaik. Ini memang telah menjadi perhitungannya. Tangannya juga merasakan degup jantung pasiennya yang yang semakin keras memukul-mukul dadanya. Dan Mbah Blabar yakin pasiennya kini semakin menunggu jamahan tangannya terus bergerak. Dan memang kini saatnya tangannya memasuki wilayah yang sangat peka.
Dengan menambahi lumuran minyak zaitun di telapak tangannya dia mulai menyusupkan jari-jarinya ke bawah kutang untuk menyentuhi puting susu, tangan Mbah Blabar mulai mengoles-olesi gundukkan payudara Ayu.
Mengelus, menggosok, memilin secara bergantian dalam irama yang sangat sistematis dari tangan Mbah Blabar pada kedua payudaranya membuat hasrat birahi Ayu langsung terbakar. Kembali tanpa ragu kini dia melepaskan desahan dan rintihan nikmatnya. Posisi Mbah Blabar yang memeluki dari punggungnya juga menambah rangsangan birahinya.
Mau tak mau wajah Mbah Blabar semakin lekat di punggung Ayu. Hembusan hangat nafas Mbah Blabar pada kulit punggungnya sangat terasakan. Gairah syahwat Ayu langsung bagai kena sentuhan listrik ribuan watt. Sapuan nafas Mbah Blabar yang mengenai punggungnya itu menjadi paduan harmonis dengan elusan, gosokkan dan pilinan di buah dadanya.
“Aa.. A.. Mpuunn.. Mbaahh..’ Ayu mendesah-desah dan merintih.
Jangan tanya betapa bingung Burhan menyaksikan bagaimana istrinya mendesah dan merintih macam ini. Dalam ruangan Bale Semadi yang sempit dan remang karena asap dupa ini terasa bernafas semakin sesak. Kebingungan Burhan ini tak boleh ditunjukkan. Dia ingat jin Soni yang pemarah. Namun perasaan bingung itu kini terasa menyimpang. Rasa khawatirnya bergeser.
Libido Burhan mulai terusik dan mengambil alih rasa bingung dan khawatir. Suara desah dan rintih istrinya telah mengubah bingung dan khawatirnya menjadi hasrat birahi. Dalam duduk bersila itu Burhan merasakan kemaluannya mulai mendesaki celananya. Acchh.. Macam apa pula ini? Apa yang terjadi pada diriku, demikian suara batin Burhan.
Dia melihat keringat istrinya mulai mengucur. Demikian pula Mbah Dukun. Ruangan sempit ini semakin panas oleh terbakarnya hasrat syahwat. Bergaya seakan kelelahan, tanpa sungkan dan ragu Mbah Blabar menyandarkan wajahnya ke punggung Ayu. Namun nampak mulutnya bekerja. Dia menyedoti keringat di punggung istrinya itu.
Yang lebih menambah bingung Burhan adalah saat menyaksikan istrinya Ayu menerima semuanya itu tanpa protes dan menghindar. Walaupun wajahnya terus menyeringai mengiringi desah dan rintihnya. Walaupun tubuhnya terus bergeliatan seakan menahan kepedihan seperti saat tukang urut kampung juga memijat dan mengerok tubuhnya saat masuk angin. Adakah hal itu disebabkan kepatuhannya pada dirinya yang suaminya?
“Ampun Mbahh.. Ampuunn..” demikian rintih pilu yang keluar dari mulut Ayu.
Dalam geliatnya Ayu mengeluh kepanasan dan tanpa diminta Mbah Blabar dia melepasi sendiri kutangnya sehingga kini tubuh bagian atasnya menjadi sepenuhnya telanjang. Dicampakannya kembali kutangnya ke lantai. Batin Mbah Blabar menyeringai girang. Akal bulusnya berjalan mulus.
“Sabar Neng.. Nanti juga Mbah kasih obatnya..” jawaban Mbah yang terasa teduh di telinga Ayu.
Selaku dewa penolong Mbah Blabar melepaskan lipatan kakinya dan menggeser duduknya lebih mepet ke tubuh Ayu. Burhan kaget menyaksikan sepintas celana kolor hitam Mbah Blabar nampak menggunung. Dia pastikan itu kemaluan Mbah Dukun yang sudah ngaceng. Aacchh..
“Sabar ya Neng.. Mbah lagi siap-siapkan obat untuk Neng,” dengan tangannya yang terus meremasi buah dada Ayu dengan bibirnya yang tak lagi lepas dari pagutan di kuduk dan bahu istri Burhan itu kini juga nampak pantatnya maju mundur. Mbah Blabar mendorong-dorongkan selangkangannya lebih lengket ke bokong Ayu.
Ayu memang telah mulai terseret dalam ayunan birahinya. Dia telah sepenuhnya untuk menjalani syarat apapun yang diminta Mbah Blabar. Dia juga ingin menunjukkan pada Burhan bahwa dia berani menerima apa yang diminta Mbah Dukun.
“Ammpuunn.. Mbahh.. Saya nggak tahan lagi nihh..” sangat iba suara Ayu.
“Yaa.. Yaa.. Neng sabarr..” kini Mbah Blabar bangkit dari tikarnya.
Dia pindah ke depan Ayu. Tidak duduk namun ngangkang tepat di muka wajah Ayu. Sambil dia mencari posisi tangannya nampak membetulkan letak celana kolornya yang gombrang atau longgar bagian bawahnya Mbah Blabar merogoh dan mengeluarkan kontolnya.
“Neng.. Sekarang saatnya Neng mengambil obatnya. Lihat nih Neng..” dia sodorkan kemaluannya yang tegak kaku dan hitam berkilatan ke wajah Ayu. Ayu yang semula setengah menutup mata kini terbelalak. Dia tidak menduga bahwa Mbah Blabar akan berbuat ini padanya. Namun kekagetannya itu langsung berubah menjadi terpesona.
Ayu menyaksikan kemaluan lelaki yang sangat menggetarkan sanubarinya. Kemaluan macam itu belum pernah terbayangkan. Mencuat ngaceng dan gede, kepalanya mengkilat dengan lubang kencingnya yang berupa sobekkan menganga yang sangat menantang. Dan karena begitu dekat dengan wajahnya aroma kemaluan Mbah Blabar juga langsung menerpa hidungnya.
“Disini Neng.. Neng Neng ambil sendiri.. Pakai mulut Neng yaa.. Nanti juga obatnya muncrat keluaarr..” jawab Mbah Dukun dengan suaranya yang bergetar.
Disodorkannya kontolnya ke bibir mungil si Ayu.
“Ayoo.. Isep-isep.. Biar cepat muncrat.. Biar cepat selesai obatnyaa..” bujuk Mbah Blabar yang tersendat-sendat karena menahan gejolak syahwatnya.
Terus terang Burhan seakan disambar petir. Melihat apa yang dilakukan Mbah Blabar dan apa yang harus dilakukan istrinya sungguh diluar pikiran dia. Dia baru paham ucapan dukun ini. Bahwa obatnya ada dalam diri Mbah Dukun dan istrinya mesti mengambil obatnya sendiri dengan mulut atas dan mulut bawahnya. Jadi macam inilah yang disyaratkan Mbah Blabar serta yang sekarang mesti dilakukan oleh Ayu dengan cara mengisep kontolnya Mbah Dukun.
Namun yang memukul Burhan lebih dahsyat lagi adalah menyaksikan istrinya Ayu yang tanpa ragu meraih kemaluan Mbah Blabar yang ukurannya sangat gede dan panjang itu. Kenapa dia berlaku seperti itu di depan matanya. Adakah dia telah diguna-guna dukun ini? Dia sama sekali nggak tahu mesti berbuat apa. Dia nggak berani bereaksi khawatir dan takut akan kemarahan jin Soni.
Memang semula Ayu terkaget saat dihadapkan pada apa yang dimaksud Mbah Dukun, mesti mengisep-isep kontol Mbah Blabar untuk mengambil obat itu dengan mulutnya. Namun setelah menyaksikan, seakan dia tersihir, kontol Mbah Blabar ini sangat mempesona. Jantungnya jadi tergetar. Matanya terpaku tak mampu melepaskan pandangannya dari kemaluan yang gede dan indah itu.
Selama usia perkawinannya yang lebih 5 tahun Ayu tak pernah turun dan menciumi apalagi mengisep-isep kemaluan Burhan suaminya. Alasan utamanya adalah perasaan jijik. Namun sekarang tiba-tiba dia dihadapkan keharusan untuk mengisep kontol lelaki lain. Namun aroma kemaluan itu ternyata telah mengusik nurani Ayu. Kini dia begitu berhasrat untuk mencium atau menjilat-jilat kemaluan yang mempesona itu.
Tetapi dia merasa berada dipersimpangan. Adakah hal ini bisa dianggap pengkhianatan tanpa ampun di mata suaminya. Dia ingin pastikan hal itu dari Burhan suaminya yang kini terseok di pojok dinding kamar sempit ini. Dia menoleh ke arahnya. Matanya bertanya.
Akhirnya pikiran dan hati Burhan pasrah. Apa yang sedang terjadi tak bisa terhindarkan lagi. Dan apa yang tengah berlangsung akan terus berlangsung. Hal ini membuat keadaan Burhan kini jadi ikut terhanyut. Malahan dia kini ingin selekasnya menyaksikan bagaimana istrinya menerima nikmat syahwat dari Mbah Blabar. Dia ingin menyaksikan bagaimana kontol Mbah Blabar dalam kuluman istrinya. Ingin menyaksikan memek Ayu istrinya itu dia aduk-aduk dan ditembusi kontol Mbah Dukun ini.
Saat Ayu menengok ke arahnya, dia tak berani menatapnya. Namun dia berusaha untuk tidak menunjukkan sikap marah atau cemburu. Burhan berharap Ayu tahu dengan sendirinya untuk meneruskan apa yang memang dia harus teruskan. Beberapa detik berikutnya mata Burhan menyaksikan tangan Ayu menjamah kemudian menggengam batangan besar dan panjang milik Mbah Blabar. Kontol itu diarahkan ke bibirnya. Ayu membuka mulutnya. Dia mulai menjilat.
“Add.. Duuhh.. Neng.. Add.. Dduuhh.. Nengg.. Jangan kaget ya Neng.. Mungkin Mbah nanti akan berteriak atau merintihh.. Karena Mbah akan kesakitan saat obat-obat Neng keluar dari tubuh Mbahh..”
Edan. Mbah Blabar ini benar-benar edan. Tipuan-tipuannya begitu saja bisa masuk akal bagi para korbannya. Dengan lidah dan mulutnya yang sibuk menjilati dan menciumi batang kontol gede itu, Ayu mengangguk-angguk mendengar desah dan racau Mbah Blabar.
Tangan Mbah Dukun mulai meraih kepala dan rambut Ayu. Dia seakan membantu dengan cara menekan-nekan kepala Ayu untuk keluar masuk memompa kontolnya ke mulutnya. Mbah Dukun juga memaju mundurkan pantatnya. Nampak celana kolor gombrangnya melambai-lambai oleh gerakan Mbah Dukun.
Tak terlampau lama. Sekitar 5 menit Ayu mengulum, kontol Mbah Blabar semakin membesar dan mengeras. Kocokkan maju mundur bokong Mbah Blabar makin cepat. Remasan rambut kepala Ayu semakin pedih terasakan. Mbah Blabar menengadah ke langit-langit sambil matanya setengah tertutup. Saraf-sarafnya seakan dijalari sejuta semut merah. Kegatalan merambati saraf-saraf pekanya. Sperma Mbah Dukun melaju menuju puncak syahwat. Ayu merasakan apa yang sedang dan akan terjadi. Dia mempercepat pompaan mulutnya. Dan akhirnya..
“Telaann.. Nnee.. Neng.. Telann.. Telan.. Minum semuanya.. Itu obatnya nengg..”
Ayu gelagapan saat pejuh hangat dan kental muncrat dai kontol Mbah Blabar. Tanpa ragu dia telan seluruh cairan yang menumpahi rongga mulutnya itu. Ayu juga melenguh.. Gelagap dan meracau. Ayu merasakan kenikmatan tak terhingga saat sperma Mbah Blabar tumpah disertai jambakkan tangan yang pedih oleh Mbah Dukun pada kulit kepalanya.
Sementara di sudut dinding sana ternyata Burhan juga nampak langsung rubuh ke lantai. Dia melototi saat menyaksikan mulut istrinya yang penuh terjejali kontol Mbah Dukun. Hasrat seksualnya langsung menggelegak tanpa mampu menahannya. Dia cepat keluarkan kemaluannya dan melkuakn masturbasi. Bersamaan dengan muncratnya sperma Mbah Blabar di mulut Ayu, muncrat pula sperma Burhan mengotori lantai Bale Semadi. Dalam tergolek di lanati Burhan mengerang nikmat..
Keadaan ruang sempit itu sesaat hening. Yang masih bergerak hanyalah kepulan asap dupa. Yang kemudian terasa masuk ke pendengaran berikutnya adalah suara-suara kodok atau jengkerik di kebon yang berbatas dinding bambu Bale Semadi itu. Juga terdengar sekali dua geremang dan geseran kursi atau beradunya cangkir kopi di ruang tamu dimana pasien Mbah Blabar masih banyak yang menunggu.
Beberapa menit berlalu, Mbah Dukun nampak menggeliat bangkit dari tikar diikuti Ayu. Jelas keduanya masih dikuasai nafsu penasaran. Kenikmatan yang diteguknya beberapa menit yang lalu merupakan sarana perdana untuk kenikmatan pada menit-menit berikutnya. Kini Mbah Dukun memandang tajam ke Ayu,
“Sarat-sarat pengobatan Neng belum seluruhnya dipenuhi. Coba Neng rebahan telentang di tikar pandan ini.. Mbah harus membersihkan kotoran yang tertinggal di tubuh Neng”
Sesudah mengelap ceceran sperma lengket dari Mbah Dukun yang tertinggal di pipi, dagu dan sebagian lain tercecer di dadanya Ayu kembali mengikuti bimbingan Mbah Blabar. Situasi diri Ayu masih dalam keadaan hasrat syahwat tinggi yang menggelegak. Dia masih menanggung gejolak birahi yang harus dituntaskan. Dan kini dia telah telentang berbaring di tikar pandan itu. Nampak buah dadanya yang membusung nampak ranum dan getas. Puting susunya yang sebesar pucuk jari kelingking kemerahan menantang ke langit-langit Bale Semadi itu. Mbah Dukun tahu persis, ini adalah puting susu perempuan yang belum pernah menyusui.
Dengan tenaga dan staminanya yang seakan tak pernah kendor mata Mbah Dukun nampak meliar. Jakunnya naik turun. Dia siap mengenyoti payudara itu. Rasanya puting kemerahan itu akan membuat Ayu bergelinjangan saat kena kenyotan bibirnya nanti. Wajahnya merunduk mendekat ke dada Ayu.
“Sabar ya Neng.. Mbah biar bikin bersih dulu sebelum nanti Neng mendapatkan obat dari Mbah. Mbah akan sedot kotorannya”
Dan dijulurkannya lidahnya. Mbah Blabar mulai menyapu gundukkan payudara yang mulus bagai pualam china itu. Ayu menjerit kecil. Kenikmatan surgawai langsung menyergap sanubarinya. Tangannya mencengkeram tepian bale-bale menahan gereget dari hasratnya yang menggelegak. Sapuan lidah Mbah Dukun ini langsung mengobarkan nafsu birahinya. Tubuhnya menggeliat. Jeritannya memenuhi ruang sempit berasap dupa ini.
Burhan yang mengikuti apa yang berlangsung sejak tadi kembali terpukau. Nampaknya istrinya sedang meretas jalan birahinya kembali. Dia tahu jeritan macam itu adalah jeritan Ayu saat dilanda nikmat yang tak bertara. Burhan yakin bahwa sapuan lidah Mbah Blabar memang sangat akan membuat istrinya kelojotan. Jeritan istrinya serasa langsung membangunkan hasrat syahwatnya kembali. Kembali tangannya mengelusi kemaluannya.
Memang kontolnya ini tak sehebat kontol Mbah Blabar, namun Burhan ingat betapa istrinya juga kelojotan menganggung nikmat saat malam pertama perkawinannya dulu. Dielusinya kemaluannya sambil khayalnya terbang mengikuti matanya yang melotot mengawasi ulah Mbah Dukun bersama istrinya itu.
Rupanya Mbah Blabar tak hanya mencium, menjilat dan mengeyoti payudara Ayu. Kini wajahnya terlihat melata ke bawah. Perut dan puser Ayu menjadi sasaran rambahan ciuman Mbah Blabar.
Dan Ayu kini bukan lagi hanya meremasi tepian bale-bale tetapi sudah menjamah kepala Mbah Dukun dan meremasi rambutnya. Dan bukan itu saja, direnggutnya sarung penutup tubuh bawahnya berikut sekaligus celana dalamnya dan kembali dilemparkannya ke lantai.
Tepat di depan hidung suaminya Ayu kini benar-benar telanjang dalam dekapan Mbah Dukun tanpa secuil benangpun pada tubuhnya. Dan dengan desahan yang bertubi nampaknya tangannya itu mendorong agar rambahan bibir Mbah Blabar turun lagi menuju ke bukit dan lembah kemaluannya. Dia tekan kepala Mbah Dukun untuk menjilati jembutnya. Dia desakkan wajah Mbah Dukun agar menciumi dan menjilat-jilat vaginanya.
Diangkat-angkatnya pantatnya seakan hendak menjemput jilatan Mbah Blabar. Dia sorong-sorongkan kemaluannya dan tekan ke wajah Mbah Dukun ini. Ayu telah sepenuhnya dikuasai nafsu birahinya. Dia tak lagi pertimbangkan adanya Burhan suaminya. Kalau toh sesekali terlintas dia hanya kembalikan bahwa semua ini terjadi karena keinginan Burhan sendiri.
Tentu saja nafsu Ayu ini menjadi puncak kenikmatan syahwat Mbah Blabar. Di turuti dorongan tangannya untuk menjilati kemaluan istri Burhan ini. Dan saat bibirnya menyentuh bibir vagina Ayu tak ditunda lagi, Mbah Dukun langsung menyedot-sedot vagina Ayu. Dia rasakan becek yang deras membasahi gerbang memek perempuan ayu ini. Ditengah pedihnya jambakan rambut Ayu dengan sepenuh kerakusannya Mbah Blabar menjilati-jilat hingga kering cairan birahi Ayu.
“Ammpuunn.. Mbahh.. Enak bangeett.. Terusi ya Mbaahh…” rintih iba Ayu.
Dan kini Mbah Blabar kembali dengan perintahnya. Dia bangkit merangkaki tubuh Ayu. Naik hingga wajahnya berhadapan dengan wajah istri Burhan itu,
“Kini saatnya bibir bawahmu mengambil obat dari tubuhku. Aku akan memberikan bimbingan dan petunjuk”
Selepas ucapan itu Mbah Dukun meraih paha Ayu dan dengan pasti merenggangkannya. Dielusinya vagina Ayu. Dicelupkannya jari telunjuk serta jari tengahnya ke liang vagina itu kemudian ditariknya. Nampak lumuran getah birahi terbawa ke jari-jari itu. Mbah Dukun membawanya ke mulutnya untuk dikemot dan diisep-isepnya,
“Lihat, Neng Ayu sudah suci sekarang. Semua kotoran telah lepas dari tubuh Neng. Ayo.. Ambillah obat itu..” kata terakhir ini disertai gerakannya yang mendekatkan dan mendorong kontolnya ke liang vagina Ayu. Kontol itu pelan tetapi pasti dia tekan untuk menembusinya.
Ayu yang memang sudah sangat mendambakan nikmat syahwati tak ayal lagi. Dijemputnya kontol Mbah Blabar. Pantatnya menaik dan tangannya menepatkan arahnya. Kontol itu langsung blezz.. Tertelan masuk ke dalam memek ayu yang telah licin oleh cairan vaginanya yang membanjir. Kontol yang begitu gede dan panjang nampak menyusup pelan mengisi dinding-dinding peka vagina Ayu. Terdengar jerit kecil Ayu dan dengus liar Mbah Dukun. Kedua orang yang satu pelukan itu menemukan kenikmatannya masing-masing.
Sementara itu Burhan terus mengelusi kontolnya sendiri sambil khayalnya membubung tinggi. Dia merasakan betapa nikmat Ayu ditembusi kontol segede itu. Dan dia juga merasakan betapa Mbah Dukun kontolnya tercengkeram ketat oleh kemaluan istrinya. Burhan semakin mempercepat kocokkan kontolnya. Dia ingin meraih nikmat bersama istrinya yang sedang dientot Mbah Blabar.
Kini yang terlihat adalah Mbah Dukun mengayun-ayunkan bokongnya naik turun dan Ayu menggoyang-goyangkan pantatnya. Burhan menyaksikan betapa kontol gede Mbah Dukun ditelan lahap oleh vagina istrinya. Dia saksikan bibir vagina Ayu yang termonyong-monyong keluar masuk karena mesti menampung batangan besar yang menyarat di vaginanya.
Akhirnya Mbah Dukun meracau,
“Enak Neng.. Enaakk?? Enak mana sama punya suami Nengg..?? Enak manaa..??” racaunya itu nyata terdengar oleh kuping Burhan. Namun Burhan sendiri sudah abai. Dia telah menemukan identitasnya sendiri. Bagi Burhan adalah ‘kenikmatanmu adalah kenikmatanku juga’.
Dan tiba-tiba Mbah Blabar membalikkan tubuhnya,
“Sekarang Neng.. Sekarangg..!! Neng yang harus mengambilnya sendiri. Sekarang nengg..!!”
Tanpa melepaskan kontolnya dari cengkeraman vagina Ayu dia angkat istri Burhan itu untuk menindih tubuhnya. Kemudian diajarkannya sesaat bagaimana Ayu mesti mengayun-ayunkan pantatnya agar vaginanya bisa menjemput sendiri obatnya dari lubang kontolnya.
Ayu memang cepat belajar. Apa yang diperintahkan Mbah Dukun langsung dia laksanakan. Dia kini berada diatas tubuh Mbah Blabar dengan vaginanya yang tetap mencengkeram kontol dukun itu. Dan rasa gatal pada dinding-dinding vaginanya yang hinggap demikian hebatnya mau tidak mau Ayu mesti mengayun untuk menggosokkan rasa gatal itu. Bahkan bukan hanya itu. Untuk menyalurkan semua hasrat birahinya yang berlimpah bibir ayu dengan cepat memaguti bibir Mbah Blabar. Keduanya benar-benar tenggelam dalam kobaran semangat syahwati.
Dan Burhan seakan diberikan penampakkan yang sama sekali belum pernah diketaui dan di alaminya. Dia kini menyaksikan bahwa lubang memek istrinya yang sempit itu ternyata mampu menampung batangan gede panjang milik Mbah Blabar. Setengahnya bertanya, kemana kontol itu ditelan.
Dan yang lebih mempesonakan birahi Burhan adalah saat kontol itu keluar masu dijemputi memek istrinya. Batangnya berkilatan oleh basah lendir birahi keduanya. Dan bibir vagina Ayu yang setiap dorong dan tarik memperlihatkan betapa sesaknya dengan pinggirannya setiap kali terbawa masuk dan keluar pula. Pemandangan itu membuat Burhan mendapatkan ejakulasinya lebih cepat. Sperma Burhan muncrat-muncrat dan kembali mengotori lantai Bale Semadi yang sempit itu.
Dan Mbah Blabar bersama Ayu terus meracau tentang nikmatnya kontol gede serta memek yang legit hingga puncak nikmat mereka mendekat. Saat Ayu didekati orgasmenya dia peluk erat punggung Mbah Blabar. Dia cengkeramkan kukunya hingga menembusi daging punggung itu. Dia mencakar sambil berteriak histeris,
“Mbbaahh.. Kontol Mbah enaakk buangeett.. Mbaahh..”
Tak ayal pula punggung Mbah Blabar langsung menanggung cakaran dan terluka. Goresan merah darah merembesi punggung dukun tampan itu. Namun sakitnya itu langsung terobati. Jepitan legit memek Ayu membuat Mbah Blabar memuncratkan kembali air maninya yang berlimpah. Ejakulasi yang kedua Mbah Blabar memberikan nikmat yang tak terperikan.
Pengobatan Mbah Blabar pada Ayu selesai tepat 2 jam sejak diawalinya pada jam 9 malam tadi. Kini, sesudah Ayu membersihkan tubuhnya dengan mandi air kembang yang disediakan asisten Mbah Dukun, di ruang kerjanya Mbah Blabar memberikan nasehat kepada pasangan suami istri itu,
“Aden dan Neng, jangan lupa nanti malam sepulang dari sini, Aden harus langsung tidur sebagaimana suami istri. Usahakan setidaknya selama 3 hari beturur-turut. Mudah-mudahan atas bantuan jin Soni dan leluhur Mbah, cucuku akan selekasnya diberi anak,” begitulah pesan singkat Mbah Blabar.
Sebelum Burhan menanyakan Mbah Blabar sudah mendahului,
“Soal ongkos, sementara Aden dan Neng jangan pikirkan dulu. Nanti kalau berhasil boleh Aden dan Neng kembali kemari sebagai kaul akan keberhasilannya itu”
Burhan menjadi semakin kagum akan Mbah Dukun ini. Sudah menolong, tetapi nggak mau dibayar, begitu pikirnya.
Sementara pikiran Ayu, “Apakah cukup dengan sekali berobat, Mbah??”. Namun itu pikiran yang tak terucapkan.
Sembilam bulan lebih sepuluh hari sesudah peristiwa itu Ayu melahirkan anak lelaki yang sangat tampan. Burhan merasa puas walaupun anaknya tidak begitu mirip dengannya. Sebagai ayah dia telah membuktikan bahwa mampu memperpanjang darah dan keturunannya.
Mertua Ayu juga langsung menyayangi Ayu dengan sepenuh hati. Sebagai menantu dia mendapatkan kemanjaan sebagaimana anaknya sendiri.
Adapun Ayu masih penasaran dan selalu terngiang akan pesan Mbah Blabar, “Nanti kalau berhasil boleh Aden dan Neng kembali kemari..”
Ayu ingin punya anak lagi. Dan yakin Mbah Blabar pasti mau menolongnya lagi.
Cerita Seks Mbah Blabar, Cerita Seks Mbah Blabar,Cerita Seks Mbah Blabar,Cerita Seks Mbah Blabar, Cerita Seks Mbah Blabar, Cerita Seks Mbah Blabar, Cerita Seks Mbah Blabar, Cerita Seks Mbah Blabar, Cerita Seks Mbah Blabar, Cerita Seks Mbah Blabar, Cerita Seks Mbah Blabar, Cerita Seks Mbah Blabar, Cerita Seks Mbah Blabar, Cerita Seks Mbah Blabar, Cerita Seks Mbah Blabar, Cerita Seks Mbah Blabar, Cerita Seks Mbah Blabar